web 2.0

Achieve dream

Siapapun tidak menginginkan hidup menderita. Inilah yang selalu diusahakan manusia untuk bertahan hidup. Berusaha dengan bekerja dan berdoa tentunya. Mesti dari luar dalam. Dari luar usaha dengan begitu keras biar hasilnya maksimal kalo dari dalam hati kita mesti bersih hati dengan meminta kepada sang Penguasa.

Kita akan bahas tentang bagaimana ruginya kalau kita tidak melakukan sesuatu untuk bertahan hidup dan keuntungan kalau kita melakukan suatu tindakan.

Kerugian kalau kita tidak mengambil tindakan/sesuatu apapun:

1. Tidak bisa tidur
2. Tidak bisa makan
3. Tidak punya Tabungan
4. Tidak punya laptop
5. Bosen
6. Tidak bisa menyekolahkan anak
7. Tidak bisa jualan
8. Tidak bisa kuliah lagi
9. Usaha tidak maju
10. Orang tidak percaya lagi
11. Muka jerawatan
12. Kulit kering
13. Badan kurus kering
14. Tidak punya sabun untuk mandi
15. Tidak bisa minum/mandi
16. Malam hari gelap
17. Tidak punya temen
18. Tidak bisa belanja
19. Tidak bisa ketawa
20. Tidak punya kulkas
21. Dikucilkan tetangga
22. Tidak bisa fesbukan
23. Tidak Bisa smsan/teleponan
24. Cucian numpuk
25. Tidak bisa memberi uang ma orang tua
26. Tidak bisa makan di luar
27. Tidak bisa bayar rumah sakit
28. Tidak bisa ke Tasik (hehe)
29. Tidak bisa shodaqoh
30. Tidak bisa hidup tenang


 
 Keuntungan kalau kita melakukan tindakan/sesuatu apapun:

1. Punya Rumah
2. Punya Harta
3. Punya Mobil
4. Disegani orang
5. Punya laptop sendiri
6. Punya pembantu
7. Bisa Bantu orang tua naik haji
8. Punya perusahaan sendiri
9. Punya pegawai banyak
10. Punya konsumen banyak
11. Bisa nyantai di rumah
12. Liburan ke Luar kota
13. Bisa foto keluarga besar
14. Bisa kumpul sekeluarga besar
15. Bisa Kuliah lagi
16. Tentunya bisa menolong orang banyak
17. Bisa bangun mesjid
18. Bisa Sekolahin anak setinggi-tingginya
19. Disayang mertua
20. Bisa jadi penulis hebat
21. Insya Allah masuk surga
22. Asuransi dimana2
23. Keep contact terus sama kalian
24. Punya studio musik
25. Mikir lagi


Ini adalah tahapan-tahapan pencapaian kita untuk memulai hidup lebih baik dan lebih baik terus.
Cara ini aku tau dari Tung Desem Waringin lhoo!!! hehe. Coba ajah yuk ga ada salahnya. Memacu adrenalin kita nih..hahay..Untuk meraih mimpi-mimpi kita pasti bisa!!!!! Chayooooo...


Untuk referensi kita orang-orang dibawah ini, siapa tau memacu kita untuk terus berusaha dan berkembang.
Ini dia, daftar 10 orang terkaya di indonesia thn 2009. Ternyata Bakrie merosot jauh dari posisi pertama. seru ya, posisi orang terkaya ganti-ganti terus.


1.
nama : Sukanto Tanoto (Tan Kang Hoo)

menjabat : CEO perusahaan Raja Garuda Mas (RGM),

kekayaan : $2.8 Billion

Umur : 58 thn

Saat ini perusahaannya RGM International masih bergerak dalam bidang produksi kertas, minyak kelapa dan sumber daya energi


2

nama : Putera Sampoerna
perusahaan : Putera Sampoerna - Sampoerna Tbk
kekayaan : $ 2.1 Billion
umur : 58 thn
Produksi rokok kretek ketiga terbesar sebelum kemudian sahamnya
dikuasai oleh Philip Morris.

3

nama : Eka Tjipta Widjaja
perusahaan : Sinar Mas
kekayaan : $2.0 billion
umur : 80 thn
Sekarang perusahaan sinar mas di pegang dia (Eka) dan keluarganya

4


nama : Rachman Halim
perusahaan : Gudang garam
kekayaan : $1.8 Billion
umur : 59 thn
Saat ini pabrik rokok merk Gudang Garam merupakan yang terbesar di Indonesia.
5


nama : R. Budi Hartono
perusahaan : Djarum
kekayaan : $1.4 Billion
umur : 64 thn
Mempunyai pabrik rokok kretek merek Djarum, yang juga diekspor ke luar negeri.

6

 
nama : Aburizal Bakrie
perusahaan : Bakrie Group
kekayaan : $1.2 Billion
umur : 59 thn
Saat ini bergerak di bidang infrastruktur.


7


nama : Eddy William Katuari
perusahaan : Wings Group
kekayaan : $1.0 Billion
umur : 60 thn
Usaha sabun cuci detergen merek Wing. Juga saat ini bergerak dibidang
penjualan kebutuhan rumah tangga. Juga dalam bidang real estate dan kimia.



8
nama : Trihatma Haliman
perusahaan : Agung Podomoro
kekayaan : $900 Million
umur : 54 thn
Bergerak di bidang real estate developer antara lain komplek perumahan dan apartemen Agung Podomoro.Juga bergerak dibidang retail.


9

nama : Arifin Panigoro
perusahaan : Medco Energy International
kekayaan : $815 Million
umur : 61 thn
Memiliki perusahaan minyak Medco Energy International, dan juga bergerak di bidang pengeboran minyak di Sumatera Selatan.



10

nama : Liem Sioe Liong
perusahan : Bogasari, Indomobil, Indofood, etc
kekayaan : $800 Million
umur : 91 thn
Membangun Salim Group dalam usaha di bidang makanan, pelayaran dan semen.
Memiliki Bank Central Asia dan Bank First Pacific.






Saat ini banyak yang jadi sumber motivasi dan pengembangan diri. Aku disini akan mengambil yang cerita tentang 10 orang ini. Pertama yang akan kita ceritakan tentang Sukanto Tanoto.

SUKANTO TANOTO

Apa siapa Sukanto?

Sukanto Tanoto mengaku sosoknya mirip ibunya: tegas dan keras. Pernah suatu ketika Sukanto kecil ngeluyur pergi ke tepi laut. Waktu pulang, ditanya oleh ibunya, jawabnya mengarang-ngarang, Sukanto kecil dipukuli pakai rotan. “Saya paling banyak makan rotan,” kenangnya tentang sosok sang ibu. Tapi, dengan sifat keras dan tegas, termasuk dalam hal berbisnis, ia bisa menjadi salah seorang pengusaha papan atas Indonesia, memimpin sejumlah perusahaan di bawah grup Raja Garuda Mas Internasional.

Sebenarnya, sejak kecil, Sukanto—yang pada usia 12 tahun sudah gemar membaca apa saja, termasuk buku tentang revolusi Amerika dan Perang Dunia—bercita-cita jadi dokter. “Kalau dulu saya meneruskan ke fakultas kedokteran, saya jadi dokter,” ujarnya. Karena obsesi itu, sampai 1973-1974, ia masih senang pakai nama dokter Sukanto.

Tapi, saat baru 18 tahun, ayahnya, Amin Tanoto, sakit stroke. Sulung dari tujuh bersaudara ini lalu mengambil alih tanggung jawab keluarga: meneruskan usaha orangtua berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil. Pekerjaan yang tak asing baginya karena sepulang sekolah ia biasa membantu orangtuanya sambil membaca buku. Dan, dari situ Sukanto alias Tan Kang Hoo pertama kali belajar keterampilan bisnis, termasuk menerima kenyataan dan tidak menyerah dalam keadaan apa pun, serta mencari solusi.

Pindah dari kota kelahirannya, Belawan, Sumatra Utara, ke Medan, ia juga berdagang onderdil mobil, lalu mengubah usaha itu menjadi general contractor & supplier. Suatu ketika, datang Sjam, seorang pejabat Pertamina dari Aceh. “Waktu itu saya tidak tahu kalau dia pejabat,” kenang Sukanto. Ditawari kerja sama pekerjaan kontraktor, “Ya, mau-mau saja, wong saya masih muda,” ujarnya. Tak disia-diakan kesempatan itu, di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, Sukanto membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor, dan membuat lapangan golf di Prapat. “Itulah technical school saya,” katanya. Untuk mencari bahan bangunan, ia sampai pergi Sumbawa, Lampung, pada usia 20 tahun.

Pandai melihat peluang, waktu impor kayu lapis dari Singapura menghilang di pasaran, di Medan ia mendirikan perusahaan kayu, CV Karya Pelita, 1972. “Negara kita kaya kayu, mengapa kita mengimpor kayu lapis,” ujarnya. “Saya itu pioner,” katanya. Di saat orang lain belum membuat kayu lapis, ia memproduksi kayu lapis dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT Raja Garuda Mas (RGM), dengan ia sebagai direktur utama, 1973. Kayu lapis bermerek Polyplex itu diimpor ke berbagai negara Pasaran Bersama Eropa, Inggris, dan Timur Tengah.

“Strategy competition saya itu satu dua step sebelum orang mengerjakannya,” ungkapnya. Ketika belum ada orang membuka perkebunan swasta besar-besaran, walaupun waktu itu sudah ada perkebunan asing, di Sumatra, Sukanto membuka perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran.
“Setelah itu baru kita bikin Indorayon,” tuturnya. PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang bergerak di bidang reforestation menghasilkan pulp, kertas, dan rayon, serta mampu memasok bibit unggul pohon pembuat pulp di dalam negeri. Kehadiran IIU sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup. Karena, ditengarai, Danau Toba tercemar berat oleh limbah pulp. Akibatnya, IIU sempat ditutup.

Tapi, Sukanto memetik hikmahnya: belajar dari kesalahan, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. “Apa yang saya pelajari dari situ (Indorayon), lalu saya pakai di Riau,” ujarnya. Di Riau, ia membuka Hutan Tanaman Industri dan mendirikan pabrik pulp yang konon terbesar di dunia, PT Riau Pulp. Mulai berdiri 1995, karena krisis, baru jadi pada 2001. Di sekitar pabriknya, bersama lembaga swadaya masyarakat, Sukanto membuat program community development untuk penduduk setempat. “Saya tidak kasih ikan, tapi saya ajari mancing, itu yang kita kerjakan,” tuturnya. Antara lain, program community development: penggemukan sapi, pembangunan jalan, dan pertanian. “Mimpi saya, kalau saya dapat seratus pengusaha Riau itu jadi miliader, saya senang,” katanya lagi.

Usaha Sukanto yang lain adalah bank. Ketika United City Bank mengalami kesulitan keuangan, pada 1986-1987, ia mengambil alih mayoritas sahamnya dan bangkit dengan nama baru: Unibank. Di Medan, ia pun merambah bidang properti, dengan membangun Uni Plaza, kemudian Thamrin Plaza. Tidak hanya dalam negeri, ia melebarkan sayap ke luar negeri, dengan ikut memiliki perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, dan electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di Cina (yang kini sudah dijual untuk memperbesar PT Riau Pulp). Sejak 1997, Sukanto memilih bermukim di Singapura bersama keluarga dan mengambil kantor pusat di negeri itu. Obsesinya, ingin jadi pengusaha Indonesia yang bersaing di arena global, minimal di Asia. Tujuan utamanya, menurut dia, “Bagaimana kita bisa memanfaatkan keunggulan kita, untuk bersaing, paling tidak di arena Asia.”

Kini, selain bisnis, ia hendak menulis buku tentang bagaimana entreprenur menghadapi krisis. “Yang mau saya lakukan itu adalah penelitian bagaimana pengusaha di Eropa itu survive, pada First World War, Second World War. Bagaimana pengusaha Amerika itu melewati krisis 1930. Bagaimana pengusaha-pengusaha di Cina, waktu perubahan rezim, ketika komunis masuk, bagaimana mereka itu survive. Saya juga akan mempelajari bagaimana pengusaha-pengusaha melalui Latin America krisis, yang di Brasil,” tuturnya. “Apa krisis itu memunculkan bibit-bibit entreprenur yang baru,” katanya lagi.

Sampai sekarang Sukanto masih hobi baca buku. Buku apa saja, baik yang bisnis maupun nonbisnis. “Setiap saya pergi, saya bawa buku,” katanya. “Kalau naik travel, kalau tidak tidur, ya, baca,” katanya lagi. Manfaatnya, menurut dia, selain untuk update pengetahuan, juga membantu sekali dalam binis dan kegiatan sosial sehari-hari. Satu lagi, pria yang menguasai dua bahasa asing, Cina dan Inggris, ini senang belajar. Ia pernah mengikuti kursus di Insead, Paris, di MIT, di samping tetap jadi peserta Lembaga Pendidikan dan Pemibinaan Manajemen, Jakarta. Sampai sekarang pun ia kadang mengambil cuti untuk mengikuti kursus pendek. “Karir saya satu lagi: siswa profesional abadi,” katanya. Dua-tiga minggu ia cuti untuk pergi ke Harvard, Tokyo, London School of Economic, untuk meng-update pengetahuan. Terakhir, 2001 lalu, ia mengikuti Wharton Fellows Program, Amerika, selama enam bulan, untuk belajar dotcom.

“Kalau di bisnis, kunci sukses saya: think, act, learn, baca, dengar, lihat,” katanya. “Kedua, kalau saya tidak tahu, saya tanya. Saya juga tidak merasa sungkan menceritakan kegagalan saya,” ujarnya lagi. Selain itu, pegangannya: do the right thing, do the thing right. Do the right thing diartikan sebagai suatu pedoman pada pola manajemen. Do the thing right memiliki penekanan terhadap pentingnya suatu action. “Prinsip saya, bisnis dan politik tak boleh campur,” ujar pengagum pengusaha plastik dari Taiwan, Wai-Sze Wang, ini. “Tidak ada proteksi. Bisnis, ya, bisnis,” katanya.

Menikah dengan Tinah Bingei Tanoto, Sukanto kini ayah empat anak. Ia memberi keleluasaan kepada anak-anaknya untuk memilih profesi. Olahraganya main snowski. Sukanto suka mendengarkan musik klasik yang ringan.


PUTERA SAMPOERNA


Siapa yang tidak kenal dengan Putera Sampoerna? Ya, Putera sempat mencengangkan publik dengan langkahnya melepaskan seluruh saham Sampoerna Group ke Philip Morris Internasional beberapa tahun silam. Berbagai kisah mengiringi keputusan kontroversialnya. Tapi, setelah sekian lama, terbukti bahwa langkah yang ditempuhnya sudah dipikirkan dengan matang. Buktinya, walau sudah melepaskan saham Sampoerna, Putera justru kian sukses. Pria kelahiran Schimdam, Belanda, 13 Oktober 1947 bertenger di urutan kelima pengusaha terkaya di Indonesia versi GLOBE Magazine 2008 dengan total kekayaan US$ 2.42 miliar.



Sebelum memimpin PT. HM Sampoerna, generasi ketiga Sampoerna ini lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Kala itu, dia bermukim di Singapura bersama istrinya Katie, warga Amerika Serikat keturunan Tionghoa. Dia mulai bergabung dalam operasional PT. HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun kemudian Putera menjabat sebagai CEO menggantikan Aga Sampoerna, sang ayah.

Setelah ayahnya meninggal pada tahun 1994, Putera semakin aktif menggenjot perusahaan. Putera mengelola perusahaan keluarga ini secara profesional dengan dukungan manajer profesional. Putera dikenal luwes dalam menjalankan roda perusahaannya. Ia tidak hanya lihai dalam melakukan inovasi produk inti perusahaan yakni rokok, namun juga jeli melihat peluang bisnis di segmen usaha lain.

Putera di antaranya berhasil mengekspansi bisnis seperti supermarket dengan mengakuisi Alfa dan mendirikan Bank Sampoerna pada tahun 1980-an. Sayang, bisnis perbankannya ini jeblok. Namun, satu inovasi yang paling diingat orang sampai saat ini adalah gebrakan Putera meluncurkan A Mild, rokok rendah nikotin pertama di Indonesia. Inilah yang menunjukkan Putera sebagai seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan. Sensasinya membuat rokok rendah nikotin akhirnya diikuti oleh banyak perusahaan rokok lain.



Tetapi, sensasi paling mengagetkan dari kiprah Putera Sampoerna adalah adalah keputusan menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk sebanyak 40 % ke Philip Morris Internasional pada bulan Maret 2005. Inilah keputusan yang dianggap merubah sejarah perusahaan keluarga yang dirintis kakeknya. Padahal saat itu, perusahaan rokok Sampoerna sedang dalam posisi yang sangat baik yaitu menguasai 19,4 % pasar rokok di Indonesia dengan laba bersih Rp15 triliun. Putera berani melepas zona nyamannya di bisnis rokok untuk menjemput pasar masa depan dengan mengubah langkah bisnisnya dari rokok ke argoindustri dan infrastruktur. Apakah langkahnya kali ini mampu tetap membuatnya jadi pengusaha sukses di Indonesia? Kita tunggu saja kiprahnya.



Putera Sampoerna, generasi ketiga keluarga Sampoerna ini memang seorang pebisnis yang sangat visioner. Dengan kelihaian melihat pangsa pasar membuat Sampoerna bertengger menjadi perusahaan rokok yang sangat besar di Indonesia. Keputusan sensasionalnya membuat dirinya justru semakin berkibar di jajaran pengusaha besar Indonesia. Langkah mengubah haluan dari ‘zona nyaman’ untuk mencari terobosan ke depan patut dijadikan contoh, bahwa keputusan berani kadang perlu diambil untuk mencapai tingkat sukses berikutnya.

EKA TJIPTA WIDJAJA

Siapa yang tidak kenal dengan Eka Tjipta Widjaja? Ya, Eka merupakan pendiri Sinar Mas Grup yang kini bertengger di posisi ketiga dalam daftar sepuluh orang terkaya di Indonesia versi majalah Globe Asia 2008 dengan total kekayaan U$ 3,8 miliar. Tentu saja kesuksesan yang diraih Eka dicapai dengan penuh perjuangan dan kerja keras dari usia belia.


Jiwa bisnisnya sudah telihat ketika ia berusia sembilan tahun. Saat itu, Eka dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Eka pun membantu sang ayah berjualan di Ujung Pandang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Eka pun berjualan dari rumah ke rumah. Walaupun hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Hokkian, Eka tidak patah semangat untuk berjualan. Ia banyak menggunakan bahasa "Tarzan", yaitu dengan menujuk-nunjuk atau menggunakan bahasa tubuh untuk menjual barang bawaannya.

Karena terdidik dengan pola sebagai pedagang, ia pun memutuskan untuk berusaha sendiri pada usia yang masih sangat belia, 15 tahun. Usaha pertama yang dilakukannya adalah menjual biskuit dan gula-gula. Namun karena tidak ada modal, Eka lantas bermaksud mengambil barang dulu dan kelak setelah menjadi uang baru dibayar. Tentunya, ia tak langsung dipercaya. Ia banyak sekali mendapat penolakan di beberapa toko grosir.

Ditolak di beberapa grosir tak membuatnya berputus asa. Eka pun menaruh jaminan ijazah SD sebagai identitas untuk bisa mengambil barang-barang dagangannya. Dengan cara ini, ia pun pelan-pelan bisa mendapat kepercayaan mengambil barang tanpa harus membayar di muka, meski barang yang bisa dijual tidak banyak. Kala itu, ia mendapat jatah empat buah kaleng biskuit dan gula-gula kembang senilai 21,50 gulden. Dengan barang jualan itu, ia selalu bersemangat berjualan dengan bersepeda ke toko-toko di wilayah Makasar. Pelan tapi pasti, usaha ini terus berkembang hingga akhirnya ia bisa berjualan dengan menyewa becak.

Saat mulai berkembang, bisnisnya sempat goncang. Ketika Jepang masuk Makasar tahun 1941, ia jatuh miskin lagi. Tetapi Eka memang tipikal orang yang pantang menyerah. Meski jatuh berkali-kali, ia tetap semangat membangun kembali usahanya. Saat itulah ia melihat truk-truk tentara Jepang yang sedang membuang bongkahan. Eka melihat sak-sak tepung terigu, semen, besi-besi bekas, dan merasa barang-barang itu merupakan peluang bisnis yang bisa digarap untuk kembali membangun usaha. Barang-barang bekas tersebut lantas dibawanya kembali ke rumah, dibungkus seperti semula, kemudian dijualnya. Perkiraannya ternyata tepat. Barang bekas itu ternyata laku.

Itulah gambaran keuletan seorang Eka Tjipta. Figurnya memang dikenal pantang menyerah. Dengan kekayaan mental itu, usaha demi usaha yang dirintis oleh Eka berbuah manis. Kini, dengan Sinar Mas-nya, ia telah memiliki empat sayap bisnis utama yang meliputi bisnis finansial, bubur kertas (pulp) dan kertas, agrobisnis, dan real estate. Bisnis keuangan dikendalikan Sinar Mas Multiartha, sementara usaha pulp di bawah Asia Pulp & Paper. Sementara itu, kelompok agrobisnis dikendalikan Smart Corp dan propertinya ada di bawah kendali Duta Pertiwi.

Eka bukan hanya memiliki jiwa bisnis, namun ia juga memiliki jiwa sosial. Untuk itu Eka mendirikan yayasan "Eka Tjipta Foundation" sebagai bentuk kepedulian sosialnya. Eka berusaha menunjukkan kepedulian dengan mendirikan sebuah organisasi nirlaba yang di antaranya memberikan perhatian pada persoalan pembangunan sosial kemasyarakatan.

Berada ditengah-tengah perekonomian keluarga yang sulit membuat Eka harus berjuang membantu orangtua mencukupi kebutuhan mereka. Semangat dan tekad yang kuat untuk membantu keluarganya berbuah manis. Berbagai pengalaman pahit dalam berdagang ia jalani dengan sikap optimis. Eka merupakan sosok yang tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. Ketika gagal ia mampu untuk bangkit lagi. Bangkit dengan membaca peluang yang ada disekitarnya. Kekayaan mental seperti inilah yang perlu selalu kita miliki untuk menjadi seorang pemenang, dalam segala bidang.